Seperti Mayat Hidup Tanpa Tujuan

Sebenarnya, aku bingung. Aku seperti orang yang kehilangan arah tujuanku sendiri Aku seperti mayat hidup—hidup secara fisik, tapi mati secara spiritua

Seperti Mayat Hidup Tanpa Tujuan

Di tengah keramaian kota yang tak pernah tidur, aku berjalan seperti bayangan yang tak berbentuk. Langkahku lambat, mata kosong menatap jalanan yang penuh dengan orang-orang sibuk. 

Mereka berlari ke sana kemari, dengan tas kerja di bahu dan ponsel di tangan, seolah-olah hidup mereka memiliki peta yang jelas. Sementara aku? Aku hanya bergerak tanpa arah, seperti mayat hidup yang bangkit dari kubur tapi lupa untuk apa ia hidup kembali.

"Mau kemana?" tanya seorang teman lama saat kami bertemu di kafe. Suaranya penuh semangat, mata berbinar dengan rencana masa depan. Aku tersenyum tipis, mengangkat bahu. Dalam hati, aku selalu menjawab: "Akupun ngga tau kemana arahku." Tapi kata-kata itu tak pernah keluar. Aku hanya menggumamkan jawaban standar: "Ke sana-sini saja, cari angin segar sambil mengukur jalan."

Sebenarnya, aku bingung. Aku seperti orang yang kehilangan arah tujuanku sendiri! Dulu, bahkan ketika merawat emak saja aku masih punya mimpi. Menjadi ini itu yang selalu berkecimpung melayani masyarakat, bekerja ini itu, dan lainnya. menikah, punya anak—semuanya terlihat jelas seperti garis lurus di peta. Tapi entah kapan, garis itu mulai melengkung, berbelok-belok, dan akhirnya hilang dalam kabut tebal.

Sekarang, hari-hariku diisi dengan rutinitas kosong: bangun pagi, sarapan tanpa selera, duduk memegang samrtphon tanpa produktivitas, lalu tidur dengan pikiran yang berkecamuk.

Orang-orang di sekitarku sering bertanya, dengan nada prihatin atau penasaran. "Kamu lagi cari kerja ?" "Apa rencana kamu kedepan?" "Coba hubungi minta kerja" "Kapan nikah?" Pertanyaan-pertanyaan itu seperti jarum yang menusuk kulit, mengingatkan betapa aku tak punya jawaban. Dalam hati, aku berteriak: "Aku tak tahu! Aku hilang!" Tapi di luar, aku tersenyum dan berkata, "Belum ada rencana spesifik."

Aku ingat hari itu, saat aku duduk di tengah lapangan sendirian. Angin sepoi-sepoi membawa daun kering, dan aku merasa seperti salah satu daun itu—terbawa arus tanpa kontrol. Apa yang salah denganku? Apakah ini yang disebut quarter-life crisis? Atau mungkin aku hanya lelah dengan  kehidupan yang dipaksakan ? Orang-orang bilang, "Temukan passionmu!" Tapi bagaimana caranya menemukan passion ketika hatimu mati rasa?

Malam-malam aku sering terjaga, memikirkan masa lalu. Dulu aku punya tujuan: menjadi penulis, politisi, pembisnis, atau bahkan petualang keliling dunia melihat wisata dan budaya. Tapi sekarang, semuanya terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir. Aku seperti mayat hidup—hidup secara fisik, tapi mati secara spiritual. Tubuhku bergerak, jantungku berdetak, tapi jiwa ku kosong, tanpa tujuan.

Namun, di balik kebingungan ini, ada secercah harapan. Mungkin aku perlu berhenti berpura-pura. Mungkin aku perlu mengakui bahwa kehilangan arah itu bukan akhir dunia, melainkan awal dari pencarian baru. Orang-orang seperti aku—yang terjebak dalam rutinitas—bisa bangkit. Mungkin dengan berjalan tanpa tujuan, aku justru akan menemukan jalan yang tak terduga.

Jadi, jika kamu bertanya padaku sekarang, "Mau kemana?" Aku mungkin masih menjawab dalam hati: "Akupun ngga tau kemana arahku." Tapi kali ini, aku akan menambahkan: "Tapi aku sedang belajar mencari." Karena hidup ini bukan tentang tujuan akhir, melainkan perjalanan yang penuh liku. Dan aku, mayat hidup ini, mulai bangkit.

About the author

Alwi Ismail
Pemuda Desa yang menyukai Sosial & Politik, Wisata dan Teknologi Serta Hal Hal Baru Berbau Tantangan... Bermimpi membantu semua orang tapi realitanya hmmm..

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Komentar